Selama ini, para ahli di bidang manajemen sumber daya manusia seringkali disibukkan dengan pemikiran bagaimana para karyawan ditarik, dipilih, dikembangkan, dan dibentuk menjadi kelompok – kelompok kerja yang kohesif. Meskipun kegiatan – kegiatan tersebut penting, tetapi ukuran terakhir keberhasilan departemen personalia adalah prestasi kerja (performance) karyawan. Baik departemen personalia maupun karyawan memerlukan feedback atas upaya – upaya yang telah mereka lakukan selama ini.
Definisi prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 1991) adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam As’ad, 1991) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas, Jewell & Siegall (1990) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil sejauh mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan organisasinya.
Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (1990) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu.
Pengertian prestasi kerja disebut juga sebagai kinerja atau dalam bahasa Inggris disebut dengan performance. Pada prinsipnya, ada istilah lain yang lebih menggambarkan pada “prestasi” dalam bahasa Inggris yaitu kata “achievement”. Tetapi karena kata tersebut berasal dari kata “to achieve” yang berarti “mencapai”, maka dalam bahasa Indonesia sering diartikan menjadi “pencapaian” atau “apa yang dicapai”. (Ruky:15)
Bernardin dan Russel (1993:378) memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut : “performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period” (Prestasi kerja didefinisikan sebagai catatan dari hasil-hasil yang diperoleh melalui fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama tempo waktu tertentu).
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa prestasi kerja lebih menekankan pada hasil atau yang diperoleh dari sebuah pekerjaan sebagai kontribusi pada perusahaan.
Rahmanto menyebutkan prestasi kerja atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang bisa dicapai oleh seseorang, unit, atau divisi, dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan perusahaan.
Zeitz (dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality), dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten dibandingkan dirinya.
Sementara faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.
Blumberg & Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu kesempatan, kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia, kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji.
Prestasi kerja inilah yang akan diukur melalui performance appraisal. Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses di mana organisasi – organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan – keputusan departemen personalia dan memberikan feedback kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Performance appraisal hendaknya memberikan suatu gambaran akurat mengenai prestasi kerja karyawan di mana sistem penilaian harus memiliki sifat sebagai berikut :
Job – related
Sistem penilaian harus mempnyai hubungan dengan pekerjaan. Sistem ini menilai perilaku – perilaku kritis yang berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan kerja dari suatu perusahaan.
Praktis
Sistem penilaian harus dipahami dan dimengerti oleh penilai dan para karyawan.
Memiliki standar – standar pelaksanaan kerja
Pelaksanaan performance appraisal memerlukan standar – standar pelaksanaan kerja (performance standards) untuk mengukur prestasi kerja. Agar efektif, hendaknya standar – standar tersebut berhubungan dengan hasil – hasil yang diinginkan dari setiap pekerjaan.
Memiliki ukuran – ukuran prestasi kerja
Performance appraisal juga memerlukan ukuran prestasi kerja yang dapat diandalkan (performance measures). Ukuran – ukuran tersebut harus mudah digunakan, bersifat reliable, dan dapat melaporkan perilaku – perilaku kritis yang menentukan prestasi kerja. Dimensi lain dari ukuran – ukuran prestasi kerja adalah apakah ukuran tersebut berdifat objektif ataukah subjektif. Ukuran – ukuran yang objektif adalah yang dapat dibuktikan atau diuji oleh orang lain, sedangkan yang subjektif adalah yang tidak dapat dibuktikan atau diuji oleh orang lain.
Sebelum melakukan performance appraisal hendaknya kita terlebih dahulu mempersiapkan orang yang melakukan penilaian. Penilai seringkali melibatkan emosi dalam melakukan performance appraisal sehingga evaluasi menjadi bias. Bias di sini maksudnya adalah adanya distorsi pengukuran yang tidak akurat, terutama saat menilai ukuran – ukuran yang sifatnya subjektif.
Hal tersebut dapat dikurangi dengan cara :
Pemberian pelatihan bagi para penilai.
Pelatihan bagi para penilai ini meliputi 3 tahap, yaitu :
Menjelaskan berbagai bias dan penyebabnya.
Menjelaskan tentang pentingnya objektivitas dalam pelaksanaan performance appraisal.
Memberi kesempatan bagi para penilai untuk mempraktikkan ilmu yang mereka dapat selama pelatihan sebagai bagian dari latihan mereka.
Pemberian feedback mengenai hasil penilaian mereka sebelumnya.
Feedback ini memungkinkan para penilai memperbaiki perilaku penilaian mereka di kemudian hari.
Pemilihan metode performance appraisal yang tepat.
Metode Pelaksanaan Performance Appraisal
Metode yang berorientasi terhadap masa lalu
Kelebihan dari metode ini adalah dapat mengukur prestasi kerja yang telah terjadi sebelumnya, sedangkan kelemahannya adalah tidak dapat mengubah atau memperbaiki prestasi kerja di masa lalu. Tetapi dengan mengevaluasi prestasi kerja karyawan di masa lalu, para karyawan memperoleh feedback mengenai upaya – upaya yang telah mereka lakukan. Feedback ini yang kemudian dipakai sebagai patokan untuk memperbaiki prestasi kerja karyawan di masa depan.
Metode ini meliputi :
Rating scale
Teknik ini adalah bentuk performance appraisal yang tertua dan paling banyak digunakan, biasa dilakukan oleh atasan secara langsung. Pada teknik ini, evaluasi subjektif dilakukan oleh penilai terhadap prestasi kerja karyawan. Evaluasi hanya didasarkan pada pendapat penilai yang membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor – faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan tersebut. Dalam banyak kasus, faktor – faktor tersebut mungkin juga tidak berhubungan langsung dengan pelaksanaan kerja.
Kelebihan teknik ini antara lain :
a. Tidak memakan biaya administrasi yang besar.
b. Tidak memerlukan banyak pelatihan untuk penilai.
c. Proses pelaksanaannya tidak memakan waktu lama.
d. Teknik ini dapat diterapkan untuk organisasi dengan jumlah karyawan yang besar.
Kelemahannya adalah sulitnya menentukan faktor – faktor yang relevan dalam pelaksanaan pekerjaan dan besarnya unsur subjektivitas yang dipakai penilai dalam melaksanakan performance appraisal sehingga hasil penilaian cenderung bias.
Checklist
Teknik ini bertujuan mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih item – item, yang berisi berbagai statement, yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik karyawan. Seperti pada teknik rating scale, penilai biasanya adalah atasan langsung. Departemen personalia juga dapat memberikan bobot tertentu pada item – item tertentu pada daftar checklist. Pemberian bobot ini memungkinkan penilaian dapat dikuantifikasikan sehingga skor total dapat ditentukan.
Kelebihannya antara lain :
a. Ekonomis
b. Mudah administrasinya
c. Tidak memerlukan banyak pelatihan untuk penilai.
d. Sudah terstandardisasi
Kelemahannya :
a. Adanya penggunaan faktor kepribadian di samping faktor yang berhubungan dengan prestasi kerja.
b. Adanya pengaruh halo effect yang memungkinkan hasil penilaian menjadi bias.
c. Salah menginterpretasikan item – item dalam checklist.
d. Pemberian bobot yang tidak tepat terhadap item – item tertentu.
Metode peristiwa kritis (critical incident method)
Teknik ini merupakan teknik penilaian yang didasarkan pada catatan – catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik ataukah sangat buruk dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan – catatan inilah yang disebut peristiwa – peristiwa kritis. Berbagai peristiwa tersebut dicatat selama periode evaluasi terhadap setiap karyawan.
Teknik ini sangat berguna dalam memberikan feedback kepada karyawan dan mengurangi kesalahan recency effect. Kelemahannya adalah para penilai (biasanya para atasan) sering tidak berminat melakukan pencatatan atau cenderung mengada – ada dan bersikap subjektif.
Field review method (metode peninjauan lapangan)
Dengan teknik ini, wakil ahli departemen personalia turun dan ikut membantu para penilai dalam melakukan performance appraisal. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang prestasi kerja karyawan. Kemudian mereka mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Evaluasi dikirim kepada penilai untuk direview, diubah, dilakukan persetujuan, dan dibahas dengan karyawan yang dinilai.
Tes dan observasi prestasi kerja
Bila jumlah pekerjaan terbatas, performance appraisal bisa didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrampilan, berupa tes tertulis atau peragaan ketrampilan. Tes yang dilakukan harus valid dan reliable.
Observasi – observasi di sini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Observasi langsung terjadi apabila penilai secara langsung atau nyata melihat pelaksanaan kerja., sedangkan observasi tidak langsung terjadi apabila penilai hanya dapat menilai tiruan pelaksanaan kerja sehingga hasil penilaian pun mungkin kurang akurat.
Metode evaluasi kelompok
Ada beberapa teknik untuk melakukan evaluasi terhadap kelompok – kelompok karyawan. Penilaian seperti ini biasanya dilakukan oleh penilai atau atasan langsung. Teknik evaluasi kelompok ini berguna untuk pengambilan keputusan tentang hal – hal yang berkaitan dengan pemberian kompensasi, promosi jabatan, dan berbagai bentuk pemberian penghargaan organisasional karena saat menerapkan teknik ini dapat diketahui ranking karyawan dari yang terbaik hingga yang terburuk.
Teknik ini meliputi :
a. Metode ranking
Penilai membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik kemudian menempatkan setiap karyawan dalam urutan dari yang terbaik hingga yang terburuk. Departemen personalia dapat mengetahui karyawan mana yang lebih unggul berdasarkan ranking tetapi tidak dapat diketahui seberapa besar perbedaan prestasi kerja mereka.
Kelebihan teknik ini menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya, sedangkan kelemahannya antara lain :
– Sulitnya menentukan faktor – faktor pembanding.
– Penilai mungkin terpengaruh dengan halo effect atau recency effect sehingga hasil penilaian mungkin bias.
b. Grading / Forced Distributions
c. Point Allocation Method
Metode yang berorientasi terhadap masa depan
Metode ini memusatkan perhatian pada prestasi kerja karyawan di masa depan melalui penilaian potensi karyawan atau penetapan sasaran prestasi kerja di masa depan. Metode ini meliputi :
Penilaian diri (self appraisal)
Teknik ini berguna apabila tujuan evaluasi adalah untuk melanjutkan pengembangan diri karyawan. Apabila karyawan menilai dirinya sendiri, perilaku defensif cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilakukan.
Penilaian psikologis (psychological appraisal)
Penilaian ini pada umumnya terdiri dari wawancara mendalam, tes – tes psikologis, diskusi dengan atasan secara langsung, dan review – review lainnya. Penilaian psikologis biasa dilakukan oleh para psikolog, terutama untuk menilai potensi karyawan di masa depan. Evaluasi terhadap segi – segi intelektual, emosional, motivasi karyawan, dan karakteristik hubungan pekerjaan lainnya diharapkan dapat membantu untuk memperkirakan prestasi kerja karyawan di masa depan. Hasil evaluasi tersebut biasanya digunakan sebagai dasar keputusan penempatan dan pengembangan diri karyawan. Akurasi penilaian sepenuhnya tergantung pada ketrampilan psikolog.
Pendekatan management by objectives (MBO)
Inti dari pendekatan ini adalah seluruh karyawan, manajer, dan direksi bersama – sama menetapkan tujuan organisasi dan sasaran – sasaran pelaksanaan kerja di masa depan. Seiring dengan penetapan tujuan dan sasaran tersebut, performance appraisal juga dilakukan bersama – sama.
Teknik pusat penilaian (assessment centers)
Untuk membantu identifikasi potensi manajemen di masa depan, banyak organisasi besar yang mendirikan pusat – pusat penilaian (assessment centers). Assessment centers adalah suatu bentuk penilaian karyawan yang distandardisasikan tergantung pada berbagai tipe penilaian yang ditentukan penilai. Penilaian ini bisa meliputi wawancara mendalam, tes – tes psikologis, diskusi kelompok, simulasi, dan teknik – teknik lain untuk mengevaluasi potensi karyawan di masa depan.
Implikasi dan Arti Penting Performance Appraisal
Performance appraisal menghasilkan suatu evaluasi atas prestasi kerja karyawan di masa lalu dan / atau prediksi prestasi kerja mereka di masa depan. Proses penilaian ini akan sia – sia apabila para karyawan tidak menerima feedback mengenai prestasi kerja mereka. Tanpa adanya pemberian feedback kepada para karyawan, perilaku karyawan tidak akan dapat diperbaiki.
Untuk mengantisipasi hal di atas, perlu dilakukan wawancara evaluasi. Wawancara evaluasi adalah periode peninjauan kembali hasil penilaian prestasi kerja yang memberikan feedback kepada karyawan tentang prestasi kerja mereka di masa lalu maupun potensi mereka di masa depan. Berikut ini beberapa pedoman yang perlu diperhatikan agar wawancara evaluasi berlangsung secara efektif :
Penilai hendaknya menekankan pada aspek – aspek positif tentang hasil penilaian prestasi kerja karyawan.
Performance appraisal ini sebenarnya untuk meningkatkan prestasi kerja, bukan untuk menegakkan kedisiplinan.
Wawancara evaluasi hendaknya dilakukan secara pribadi, sehingga gangguan – gangguan yang tidak perlu terjadi dapat diminimalisasikan.
Melakukan performance appraisal formal secara rutin, paling tidak setiap tahun, atau lebih sering dilakukan untuk karyawan baru atau karyawan yang berprestasi buruk.
Penilai hendaknya mengajukan kritik – kritik yang spesifik.
Penilai hendaknya memusatkan kritik – kritik pada hal – hal yang berkaitan dengan prestasi kerja, bukan yang berkaitan dengan karakteristik karyawan.
Selalu menjaga suasana tetap tenang dan jauh dari perdebatan.
Penilai hendaknya mampu mengidentifikasi kegiatan – kegiatan khusus yang dapat dilakukan karyawan untuk memperbaiki prestasi kerja mereka.
Penilai hendaknya menunjukkan kesan ingin membantu usaha – usaha perbaikan prestasi kerja karyawan.
Performance appraisal juga menyediakan feedback tentang efektivitas fungsi manajemen personalia. Proses penilaian ini berfungsi sebagai quality control. Terlalu banyak karyawan yang berprestasi buruk mencerminkan adanya kesalahan pada satu atau beberapa fungsi manajemen personalia. Manajemen personalia perlu memonitor hasil – hasil penilaian tersebut, karena hasil tersebut dapat menjadi barometer fungsi manajemen personalia secara keseluruhan.
Dengan ini, dapat disimpulkan arti penting performance appraisal adalah sebagai berikut :
Perbaikan prestasi kerja
Pemberian feedback pada karyawan dan departemen personalia dapat dijadikan patokan untuk memperbaik prestasi kerja mereka.
Penyesuaian pemberian kompensasi pada karyawan
Hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk – bentuk pemberian kompensasi lainnya.
Pembuatan keputusan yang berkaitan dengan penempatan posisi karyawan
Hasil performance appraisal dengan menggunakan metode yang berorientasi pada masa lalu dapat dijadikan patokan apakah seorang karyawan mendapat promosi, transfer, atau demosi jabatan.
Identifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan
Prestasi kerja yang buruk mencerminkan adanya kebutuhan pelatihan, sebaliknya prestasi kerja yang baik mencerminkan adanya potensi yang perlu dikembangkan.
Perencanaan dan pengembangan karier karyawan
Pemberian feedback pada karyawan dapat dijadikan dasar untuk menentukan jalur karier mana yang akan dipilih oleh karyawan tersebut.
Mengetahui penyimpangan yang terjadi pada tahap staffing
Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan dari prosedur staffing yang telah ditetapkan oleh departemen personalia.
Ketidakakuratan informasional pada organisasi
Prestasi kerja yang buruk mungkin mencerminkan kesalahan dalam melakukan analisis informasi jabatan, perencanaan sumber daya manusia, atau komponen – komponen lain dari sistem informasi manajemen sumber daya manusia.
Kesalahan yang terjadi saat menentukan desain pekerjaan
Prestasi kerja yang buruk mungkin mencerminkan adanya kesalahan saat menentukan desain pekerjaan.
Memberikan kesempatan kerja yang adil
Performance appraisal yang dilakukan secara akurat akan menjamin keputusan – keputusan penempatan internal juga dilakukan dengan tepat tanpa adanya diskriminasi.
Identifikasi tantangan – tantangan eksternal
Dengan melakukan performance appraisal, departemen personalia dapat mengajukan solusi yang berkaitan dengan tantangan – tantangan eksternal, seperti masalah – masalah yang berkaitan dengan keluarga, kondisi finansial, atau masalah – masalah pribadi lainnya.
Kesimpulan
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses di mana organisasi – organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan – keputusan departemen personalia dan memberikan feedback kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Performance appraisal menghasilkan suatu evaluasi atas prestasi kerja karyawan di masa lalu dan / atau prediksi prestasi kerja mereka di masa depan. Proses penilaian ini akan sia – sia apabila para karyawan tidak menerima feedback mengenai prestasi kerja mereka. Tanpa adanya pemberian feedback kepada para karyawan, perilaku karyawan tidak akan dapat diperbaiki.
Performance appraisal juga menyediakan feedback tentang efektivitas fungsi manajemen personalia. Proses penilaian ini berfungsi sebagai quality control. Terlalu banyak karyawan yang berprestasi buruk mencerminkan adanya kesalahan pada satu atau beberapa fungsi manajemen personalia. Manajemen personalia perlu memonitor hasil – hasil penilaian tersebut, karena hasil tersebut dapat menjadi barometer fungsi manajemen personalia secara keseluruhan.
Saran
Mempersiapkan penilai yang sebisa mungkin tidak melibatkan unsur emosi dan subjektivitas dalam melakukan penilaian.
Menentukan faktor – faktor atau kriteria – kriteria penilaian dengan objektif dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Daftar Pustaka
As’ad, Moh. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia, Psikologi Industri, Edisi Keempat,
Cetakan Pertama, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1991.
Asnawi, S. (1999). Aplikasi psikologi dalam manajemen sumber daya manusia perusahaan. Jakarta : Pusgrafin
Dessler, G. (1988). Personnel management. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Drucker, Peter F., Manajemen, Tugas Tanggung Jawab-Praktek, Cetakan Kedua,
Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1983.
Feinberg, M.R. (1992). Effective psychology for managers. Englewood Cliff, New Jersey : Prentice-Hall
Filippo, Edwin B., Manajemen PersonaIia, Edisi Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnely, J.M. (1985). Organizations behavior, structure, processes. Plano : Business Publication.
Grivin, R.W. & Ebert, R.J. (1996). Business. Englewood Cliff, New Jersey : Prentice Hall, Inc.
Handoko, T.Hani, Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Penerbit BPFE, Yogyakarta, 1987.
Hasibuan, M.S.P. (1990). Manajemen sumber daya manusia: dasar kunci keberhasilan. Jakarta: CV Haji Mas Agung.
Jewell & Siegall, M. (1990). Psikologi industri/organisasi modern. Jakarta: Penerbit Arcan.
Robbins, S.P. (1983). Organizational behavior: concept, controversion & application (Edisi ke-5). San Diego: Prentice Hall International, Inc.
Robbins, S.P. (2003). Organizational behavior. New Jersey: Prentice Hall.
Werther, W.B. & Davis, K. (1993). Human resource and personnel management. New York: McGraw-Hill, Co.
Tutus, Moh. Agus, Drs., Manajemen Sumber Daya Manusia, Buku Panduan
Mahasiswa, Cetakan Keempat, Penerbit PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
Sumber: http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/prestasi-kerja.html