Aplikasi Pembelajaran Terpadu dan Pembelajaran Kelas Rangkap
KB 1 - Aplikasi Pembelajaran Terpadu
A.
Hakikat Pembelajaran Terpadu
Esensi dari pembelajaran terpadu
terangkum dalam beberapa kata kunci yaitu integrasi, satu atau beberapa mata pelajaran,
dan memusatkan pembelajaran. Ada beragam terminologi ataupun istilah
pembelajaran terpadu seperti pendekatan infusi ataupun pendekatan
interdisipliner bidang studi. Tahun 1930-an pandangan pendidikan mengarah
kepada siswa sebagai pusat pembelajaran. Dengan pendekatan terpadu, kurikulum
yang dirancang dapat mengakomodasi kebutuhan siswa di kelas dan memantapkan
penguasaan materi pelajaran.
Dasar penggunaan pembelajaran terpadu adalah:
1.
Sesuai dengan cara pandang siswa
dalam memperhatikan atau mempelajari kehidupan.
2.
Memungkinkan untuk melihat
keterkaitan dan hubungan dari setiap mata pelajaran yang bisa jadi memang berdekatan.
3.
Memfasilitasi irama proses belajar
siswa sehingga gaya dan tingkatan proses belajar siswa tidak selalu dihambat
dengan adanya mata pelajaran secara konstan selalu berganti.
4.
Siswa memperoleh kesempatan untuk
mengikuti lingkaran proses belajar mereka sendiri.
B.
Model-model Pembelajaran Terpadu
Berawal dari bentuk kurikulum
tradisional, melalui perkembangan studi komparasi, akhirnya ditemukan
model-model kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran yang terpadu, yakni:
1.
Model Kurikulum yang Berorientasi
pada Satuan Mata Pelajaran yang Terpisah-pisah
Model pembelajaran tradisional ini, sering dijumpai di SMP dan
SMA, tidak mengaitkan satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
Terdiri dari:
a.
Model Penggalan (Fragmented Model). Yaitu model
pembelajaran tradisional yang tidak saling terkait.
b.
Model Terkait (Connected Model). Yaitu berpusat pada
masing-masing mata pelajaran namun guru dapat mengaitkan atau menghubungkan
topik atau konsep yang satu dengan lainnya. Mudah dilakukan di tingkat SD.
c.
Model Sarang (Nested Model). Yaitu mata pelajaran diberikan secara terpisah
tetapi ada target multi keterampilan pada masing-masing mata pelajaran yang
ditetapkan dalam tujuan pembelajaran untuk dicapai siswa.
2.
Model Kurikulum yang Berorientasi
pada Lintasan beberapa Mata Pelajaran.
a.
Model Urutan (Sequenced Model).
Beberapa topik dari suatu mata pelajaran diorganisasikan kembali
dan diurutkan agar dapat bertepatan dengan guru mata pelajaran lain dengan
topic yang sama. Dengan kata lain, beberapa guru mengajar mata pelajaran
berbeda dengan topik yang sama.
b.
Model Terbagi (Shared Model).
Dua mata pelajaran diajarkan dengan konsep-konsep dan keterampilan
yang sama. Misalnya mengajarkan IPS dan PPKn bersamaan menggunakan UUD 1945 dan
catatan sejarah.
c.
Model Terjala (Webbed Model).
Dengan pendekatan tematik, berangkat dari sebuah tema yang
dibangun bersama. Tema diangkat berdasarkan beberapa topik pada beberapa mata
pelajaran.
d.
Model Untaian (Threaded Model).
Pendekatan metakurikuler digunakan untuk mencapai beberapa
keterampilan dan tingkatan logika para siswa dengan berbagai mata pelajaran. Membutuhkan
kematangan berpikir dari para siswa.
e.
Model Terpadu (Integrated Model).
Guru masing-masing mata pelajaran bekerja sama melihat dan
memberikan topik-topik yang berkaitan untuk membangun konsep dan keterampilan.
3.
Model kurikulum yang berorientasi
pada siswa. Para siswa sebagai individu-individu yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman yang berbeda-beda membentuk jaringan kerja sama. Terdiri atas:
a.
Model terlebur (Immersed Model).
Seluruh mata pelajaran merupakan bagian dari sudut pandang
keahlian para siswa secara individual. Siswa menyaring sendiri seluruh konsep
yang dipelajarinya dan meleburkan diri mereka dalam pengalaman melalui kegiatan
yang dialaminya.
b.
Model jaringan kerja (Networked Model)
Para siswa menyaring seluruh topik yang akan dipelajarinya melalui
kacamata pengalaman mereka masing-masing, dan membangun hubungan internal yang
akan membantu mereka menciptakan jaringan kerja sama di antara para ahli yang
sesuai dengan bidangnya.
Dalam praktiknya, implementasi ke
sepuluh model pembelajaran terpadu sangat bervariasi. Aplikasi dari berbagai
model pembelajaran terpadu bias sangat luwes. Model Terkait (Connected Model) dan model Terjala (Webbed Model) adalah yang paling banyak
dijumpai dalam pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar.
Lima model pembelajaran terpadu oleh Ross & Karen Olsen
(1993):
1.
Model keterpaduan dalam satu mata
pelajaran. Dimana disajikan materi dari satu mata pelajaran yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
2.
Model terkoordinasi. Menekankan
peranan dua orang guru atau lebih yang mengajar mata pelajaran berbeda namun
membentuk kerja sama.
3.
Model pembelajaran keterpaduan
materi inti. Seorang guru mengajar mata pelajaran tertentu (misalnya matematika
dengan pelajaran fisika sebagai mapel inti) kepada sekelompok siswa selama 2
atau 3 semester.
4.
Model pembelajaran keterpaduan
ganda materi inti. Dua guru sekaligus mengajar sekelompok siswa untuk dua mapel
intj secara terpadu.
5.
Model pembelajaran terpadu bentuk
mata pelajaran inti yang mandiri. Seorang guru mengajar beberapa mapel tetap
yang dikemas dalam satu atau dua topik kepada sekelompok siswa.
Fogarty (1993) menegaskan bahwa
model-model pembelajaran terpadu seperti diatas bukanlah satu-satunya yang
dikembangkan. Model-model tersebut dapat dimodifikasi dan dikembangkan sesuai
dengan kondisi kelas.
C.
Aplikasi Pembelajaran Terpadu
Kiat-kiat membuat perencanaan awal
untuk model pembelajaran terpadu:
1)
pikirkan topik yang dekat dengan
dunia siswa.
2)
pertimbangkan konsep atau
keterampilan yang ingin disajikan.
3)
kuasai materi pelajaran dan
kurikulum.
4)
kumpulkan bahan-bahan
5)
rencanakan kesempatan bagi siswa
untuk memperoleh pengalaman
6)
rencanakan waktu yang digunakan
7)
observasi dan evaluasi pemb
terpadu tsb
Inti dari definisi pembelajaran terpadu adalah integrasi satu atau
beberapa mata pelajaran, dan memusatkan pembelajaran. Pembelajaran terpadu
sesuai dengan cara pandang siswa dalam memperhatikan aspek kehidupan, sehingga
siswa dapat mengikuti proses pembelajaran mereka sendiri. Hal terpenting dari
implementasi pembaruan pembelajaran seperti pembelajaran terpadu ini adalah
cara pandang guru yang terbuka, luwes, pantang menyerah, dan mau belajar.
KB 2 - Aplikasi Pembelajaran kelas rangkap
A.
Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap
Pada dasarnya, Pembelajaran Kelas Rangkap adalah penggabungan sekelompok
siswa yang mempunyai perbedaan usia, kemampuan, minat, dan tingkatan kelas, di
mana dikelola oleh satu atau beberapa orang guru yang pada pembelajarannya
difokuskan kepada kemajuan individual bagi para siswanya. Yang terjadi di
sekolah-sekolah terpencil di Indonesia adalah banyak guru yang merangkap kelas
karena kekurangan jumlah pengajar, bukan karena tujuan atau alas an pendidikan.
Dengan demikian, telah terjadi pergeseran penggunaan pembelajaran kelas rangkap
yang ada di daerah terpencil hingga menjadi pembelajaran kelas rangkap yang
dirancang secara sistematis untuk alasan peningkatan efektivitas pembelajaran
di kelas. Maka muncul bentuk-bentuk baru kelas rangkap, membuat pengaturan tempat duduj di kelas menyebar. Menurut Yates
(2000), pembelajaran kelas rangkap yang memungkinkan siswa belajar bersama guru
yang sama selama lebih dari satu tahun sehingga terbentuk rasa aman, percaya,
dan enak satu sama lainnya sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan dengan
nyaman.
Sebenarnya, dalam
kelas tradisional dengan satu tingkat, juga berisikan para siswa yang mempunyai
berbagai tingkatan kemampuan dan mungkin
usia sehingga esensi pembelajaran kelas rangkap tetap dapat digunakan.
Reformasi konsep-konsep pendidikan
mendukung berkembangnya konsep-konsep baru tentang pelaksanaan pembelajaran
kelas rangkap dengan berdasarkan pengembangan hasil riset untuk mencari alas an
atau manfaat pendidikan dari penerapan pembelajaran kelas rangkap. Para administrator dan pembaru-pembaru
pendidikan mengeksplorasi manfaat dari pendekatan pengelolaan kelas ini dan menemukan
keuntungan pendidikan yang diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap.
Ridgway dan Lawton (1969) mencatat bahwa aspek utama dari manfaat penggunaan
pembelajaran kelas rangkap adalah terbangunnya iklim kekeluargaan dalam kelas. Para
siswa merasa lebih nyaman dan lebih mudah menerima perubahan kegiatan dan
pengalaman yang diberikan guru. Anderson dan Pavan (1993) mengutarakan bahwa
filosofi dasar dari pembelajaran kelas rangkap adalah terakomodasinya kebutuhan
individu sebagai seorang yang unik dan membutuhkan perlakukan berbeda satu
dengan lainnya untuk bisa mencapai perkembangan yang maksimum.
B.
Pro dan Kontra tentang Efektifitas Pembelajaran Kelas Rangkap
Pembelajaran kelas rangkap
dianggap sebagai terobosan dalam pendekatan pengelolaan kelas yang dapat
membuat pembelajaran lebih efektif namun hanya cocok diterapkan di tingkat sekolah dasar.
Beberapa ahli mengemukakan
kerugian atas penerapan pembelajaran kelas rangkap. Katz (1996), menandai
adanya potensi resiko pembelajaran kelas rangkap yaitu siswa yang lebih muda
dapat merasa dilampaui oleh teman sekelasnya yang lebih mampu dan menjadi
sangat tergantung pada siswa yang lebih tua untuk menolong, sedangkan para
siswa yang lebih tua tidak merasa tertantang dalam kelas dan menjadi lebih
berkuasa terhadap siswa dibawahnya. Temuan Andayani (1996) bahwa orang tua
melihat adanya kelas rangkap yang meminimalisasi pekerjaan rumah menyebabkan
anak-anak menjadi malas karena jarang belajar di rumah. Guru juga mengalami
kesulitan mengelola kelas dan menjaga disiplin karena pencampuran siswa dari
berbagai tingkatan kelas yang memiliki perbedaan kemampuan yang ekstrem.
Di sisi lain, para pendidik yang
mendapatkan manfaat dari diadakannya penerapan kelas rangkap mendukung
pengembangan pendekatan ini, bahkan untuk di tingkat SMP dan SMA. Para siswa
dapat berkembang dengan perpaduan antara strategi pembelajaran kelas rangkap,
pembelajaran kooperatif, kelompok yang beragam, tugas yang menunjang
perkembangan, pendekatan tutor multi usia, waktu yang luwes, dan evaluasi yang
positif.
Terdapat keterkaitan teori belajar
dengan pembelajaran kelas rangkap, yakni:
1.
Teori perkembangan kognitif dari
Piaget menunjukkan kebutuhan siswa untuk membangun pengetahuan melalui proses
belajar dan juga menunjukkan kebutuhan siswa untuk meraih kesempatan berinteraksi
secara fisik dengan sesame teman.
2.
Teori perkembangan sosial oleh Lev
Vygotsky menekankan kemampuan berbahasa dan bersosialisasi untuk pertumbuhan
kognitif siswa.
3.
Teori atribut dari Bernard Weiner
memberikan sumbangan pelaksanaan kelas rangkap dengan pemberian motivasi secara
internal bagi siswa dan guru yang membantu siswanya belajar karena memang siswa
tersebut memiliki keinginan untuk belajar.
4.
Teori belajar sosial dari Albert
Bandura menunjukkan bahwa proses belajar yang banyak terjadi dilalui dengan
pendekatan model observasi. Model ini merupakan langkah utama dari pembelajaran
kelas rangkap.
C.
Model-model Pembelajaran Kelas Rangkap
Beberapa model pembelajaran kelas rangkap yang
dapat dikembangkan di Indonesia:
1. Model 221
Yaitu
guru atau tim mengelola para siswa dari dua tingkatan berbeda dalam satu
ruangan. Misalnya guru dapat mengatur siswa kelas 2 duduk di sebelah kanan dan
siswa kelas 3 di sebelah kiri. Dengan pembelajaran model terjala atau terpadu,
guru bisa mengembangkan dua mata pelajaran dengan topic yang sama atau melalui
sebuah tema yang menarik. Lebih efektif dengan jumlah siswa yang tidak terlalu
banyak dalam satu ruangan yang cukup luas.
2. Model 222
Guru
atau tim mengelola siswa dari 2 tingkatan kelas berbeda dengan fokus dua mata
pelajaran berbeda ataupun sama pada dua ruangan kelas yang bersebelahan dan
dihubungkan sebuah pintu. Model ini lebih rumit karena guru harus mengelola dua
ruangan berbeda pada saat bersamaan. Lebih baik dikelola bersama tim, atau
dibantu siswa yang lebih tua dan mempunyai kemampuan lebih dibanding siswa
lainnya.
3. Model 333
Guru atau
tim mengelola siswa dari tiga tingkatan kelas berbeda dengan tiga mata
pelajaran berbeda ataupun sama pada tiga ruangan kelas. Dapat terjadi di daerah
terpencil yang kekurangan guru. Dapat juga dilakukan di satu atau dua ruangan
dengan pengaturan tempat duduk bagi kelas yang jumlah siswanya sedikit.
Untuk negara-negara yang ditunjang dengan
kebijakan pendidikan yang kuat, model-model pembelajaran kelas rangkap yang
berkembang juga sangat bervariasi. Melihat keuntungan pendidikan yang
dirancang, model pembelajaran kelas rangkap yang dikembangkan adalah model di
mana guru atau tim guru mengelola 2 atau 3 tingkatan kelas sekaligus dengan
satu atau beberapa mata pelajaran dalam satu ruangan.
D.
Aplikasi Pembelajaran Kelas Rangkap
Hakikat dari pembelajaran kelas
rangkap adalah adanya tujuan-tujuan pendidikan lainnya, selain penguasaan
konsep, sehingga guru harus dapat menggunakan situasi dan kondisi pembelajaran
kelas rangkap untuk membentuk belajar mandiri sekaligus belajar bekerja sama
antarkelompok.
Yang perlu diperhatikan dan
ditekankan dalam pembelajaran kelas rangkap adalah:
1.
Kelompok siswa yang mempunyai berbagai kemampuan, selain latar belakang usia berbeda. Meningkatkan kualitas
kelompok siswa yang heterogen sehingga terjadi pertukaran pengalaman,
pengetahuan, dan kemampuan.
2.
Developmentally Appropriate Practices, sebagai suatu komponen dari kurikulum dan sebagai metode
pembelajaran yang didasarkan atas perkembangan kemampuan siswa. Dalam
aplikasinya, digunakan pengalaman belajar yang aktif dari siswa, berbagai
strategi pembelajaran, keseimbangan antara aktifitas yang terfokus pada guru
dan pada siswa, pembelajaran terpadu, dan pemusatan proses belajar.
3.
Pola kelompok yang luwes untuk belajar. Siswa bekerja dalam berbagai kelompok kerja, misalnya secara
mandiri, berpasangan (berdua), kelompok kecil, kelompok besar, dan seluruh
siswa bersamaan. Dibutuhkan strategi pengelolaan kerja kelompok yang sesuai
dengan situasi dan fasilitas belajar untuk setiap individu siswa.
4.
Siswa belajar secara kontinum:
dari materi termudah hingga tersulit, dari konsep sederhana hingga rumit,
sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga membutuhkan waktu yang
berkesinambungan dan berlanjut.
5.
Adanya tim kerja yang professional. Dikembangkan iklim kolaborasi yang positif di antara guru bahkan
dengan guru sekolah lain. Perlu dibangun profesionalisme secara terus-menerus
dengan kegiatan tukar pikiran dan pendapat serta rencana.
6.
Assessment otentik. Menuntut
siswa mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi yang menggambarkan
pemecahan masalah dan situasi yang realistis seperti dalam kehidupan
sehari-hari. Mempertimbangkan keseluruhan aspek kehidupan yang meliputi siswa
yakni aspek sosial, emosional, fisik, dan kognitif.
7.
Pelaporan secara kualitatif, berisi
sejauh mana siswa berkembang dan
memenuhi standar pendidikan yang ditetapkan. Dimaksudkan untuk menjalin
komunikasi antara sekolah dengan orang tua. Dapat berbentuk ceklis perkembangan
siswa, portofolio, laporan kemajuan siswa, pertemuan orang tua-guru, catatan
anekdotal, bahkan video.
8.
Keterlibatan orang tua dan pemahaman mereka terhadap tujuan dan
alasan dari pembelajaran kelas rangkap. Dalam proses
pembelajaran sewaktu-waktu di kelas, dukungan dana, dan bantuan belajar di
rumah.
Selain delapan komponen di atas, kunci keberhasilan pembelajaran
kelas rangkap adalah kerja keras guru dan banyak berlatih secara bertahap dapat
menyempurnakan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran kelas rangkap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar